Please ensure Javascript is enabled for purposes of website accessibility

Seputar Peradilan

Mataram, 30-08-2021, Baru-baru ini tengah viral isu terkait AR(18) yang masih merupakan pelajar menikahi dua anak perempuan yaitu M dan F dalam waktu yang berdekatan. Kedua kekasihnya tersebut juga masih berusia pelajar, M merupakan pelajar setingkat SMA sedangkan F baru saja lulus SMP. Peristiwa ini terjadi di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB).

Jika disorot dari masalah pernikahan anak, bahwa pernikahan usia anak ini memang sudah menjadi masalah utama bagi NTB dan jumlahnya cukup tinggi, apalagi di masa pandemi Covid-19. Hal ini dikarenakan masyarakat tidak memandang pernikahan anak sebagai hal yang buruk, tabu, atau aib.

 Masyarakat itu masih berpikir bahwa pernikahan anak itu menjadi solusi terhadap banyak masalah. Ada anak yang terlambat pulang karena pacaran, dianggap ya sudah dinikahkan saja. Atau ada anak yang dianggap nakal, sering keluar sama laki-laki, sudah nikahkan saja. Selain dari sisi orangtua, memandang pernikahan sebagai solusi ternyata juga dialami oleh anak-anak, terutama anak perempuan, anak-anak menganggap pernikahan sebagai solusi untuk keluar dari permasalahan yang mereka hadapi di keluarga dan ketika mereka merasa kurang mendapat kasih sayang.

Pernikahan anak terbukti berdampak besar bagi kehidupan dan masa depan anak, menghambat pendidikan, melahirkan generasi tidak sehat, karena minim pemahaman kesehatan reproduksi. Angka kematian ibu hamil yang sempat tinggi di NTB, gizi buruk dan stunting salah satunya sebagai dampak dari pernikahan usia anak. Termasuk dampak sosial ekonomi berupa kemiskinan.

NTB adalah satu dari 13 provinsi di Indonesia, yang menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), mengalami kenaikan angka pernikahan anak di atas batas nasional dalam periode 2018-2019.

Ketua PENGADILAN TINGGI AGAMA Mataram H. Empud Mahpudin bersama Hj. Husnanidiaty Nurdin Kepala Dinas Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi NTB, Chrisma Riny Kepala RRI Mataram dan H. Anang Permana Hakim Tinggi dan H. M. Sidiq Panitera PENGADILAN TINGGI AGAMA Martaram

Berangkat dari hal tersebut, Pengadilan Tinggi Agama Mataram menggandeng Dhyjinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana - DP3AP2KB NTB dan LPP RRI Mataram, yang dalam hal ini ketiga lembaga dengan kewenangan berbeda tersebut, telah sepakat mengadakan kerjasama dengan MoU (Memorandum of Understanding) atau yang sering disebut Nota Kesepahaman sebagai tindak lanjut atas kesamaan visi menurunkan kasus perkawinan anak yang kini marak dipraktikkan di masyarakat sekaligus bentuk penghayatan terhadap spirit Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) yang menjadi prioritas Pengadilan Tinggi Agama Mataram saat ini

Dalam pertemuan dengan Kepala Dinas DP3AP2KB NTB Husnanidiati Nurdin dan Kepala RRI Mataram Chrisma Riny di kantor Pengadilan Tinggi Agama Mataram, Ketua Pengadilan Tinggi Agama Mataram Dr. Empud Mahpudin,SH, MH menyatakan "Hal hal lain, kami juga diberikan kewenangan memberi advice apa yang diminta. Tentang ikhtiar ikut serta menurunkan kasus perkawinan anak, adalah tanggung jawab moral Lembaga."

Kadis DP3AP2KB NTB dalam hal ini berterima kasih dan turut mengapresiasi jajaran Pengadilan Tinggi Agama Mataram dapat menekan angka pernikahan anak melalui sarana dispensai menikah sesuai hasil putusan lembaga peradilan. Hal tersebut menurutnya sangat membantu dalam menekan angka perkawinan anak. Perkawinan Anak seperti fenomena gunung es, yang kasus sebenarnya mencapai ribuan, namun tidak terungkap di permukaan.

Kepala RRI Mataram menyampaikan "Siaran RRI Mataram tidak saja di hanya terdengar di Kota Mataram tetapi juga hingga seluruh wilayah NTB dengan model acara, dialog, hiburan dan berita. Bahkan kita lakukan dialog luar studio bersama Ibu Hj. Husnanidiaty Nurdin/ Mbak Eny (Kadis DP3AP2KB) dan Bapak H. Anang Permana (Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Mataram) sebagai Narasumber. Pesertanya yang ikut berpartisipasi lumayan banyak, dan mendapat sambutan yang luar biasa. Kami juga menyasar penduduk pedesaan" dengn melibatkan pihak pesantren yang ada ddi NTB, ucap Kepala RRI Mataram Chrisma Riny yang didampingi Kabid Programa Siaran Haeril M, Kabid TMB Hartono dan Kabid Pemberitaan Nasrudin Zein.

Dalam hal ini RRI Mataram turut bertanggungjawab secara moral dalam rangka sharing informasi yang memberdayakan dan dapat mengubah perilaku masyarakat. Demikian semata-mata untuk menghindari perkawinan anak yang telah menjadi visi dan misi ketiga lembaga tersebut. Terkait hal tersebut Kepala RRI Mataram Chrisma Riny sangat apresiatif dan respek dengan langkah tersebut, serta siap menindaklanjuti program yang telah disepakati bersama. 

Siaran langsung “Talkshow Acara NTB Gemilang “ tentang Pencegahan pernikahan anak di NTB, dengan narasumber H. Ilham Abdullah (WKPENGADILAN TINGGI AGAMA Mataram) dan H. Anang Permana (Hakim Tinggi PENGADILAN TINGGI AGAMA Mataram) dipandu oleh Chae Khair Anwar (TVRI Mataram)

 "Kami sangat mendukung dan mengapresiasi langkah ini. Dan kita tindak lanjuti" tegas Empud Mahpudin Ketua Pengadilan Tinggi Agama Mataram didampingi oleh Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Agama Mataram. Anang Permana yang selalu dijadikan sebagai nara sumber oleh DP3AP2KB NTB juga oleh RRI dan TVRI Mataram dalam kegiatan Talkshow acara dimaksud.

Pernikahan anak kini menjadi tanggung jawab bersama, Bahwa kesadaran masyarakat, budaya,kebiasaan, agama tarik menarik dalam problem ini dan peran hakim saja tidak cukup untuk mengendalikan laju pernikahan dini. Jalinan kerjasama ini juga merupakan ikhtiar Pengadilan Tinggi Agama Mataram sebagai instansi yang menghayati spirit Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM), jalinan kerjasama antara lembaga adalah hajat bersama demi kepentingan masyarakat khususnya anak, sebagai masa depan negeri ini, sekaligus sebagai upaya pelaksanaan Instruksi Dirjen Badilag yang berupa himbauan untuk mengdakan kerjasama antar lembaga instansi dengan surat Nomor 054/DJA/HM.01.1/I/2019 tanggal 04 Januari 2019.

Pengadilan Tinggi Agama Mataram mempunyai tanggung jawab moral untuk bersama-sama  dengan Pemerintah Daerah mencari solusi permasalahan yang dihadapi, agar lebih bersinergi  meminimalisir maraknya pernikahan anak, dengan melibatkan stikholder lain diantaranya Kejaksaan (Kejati), Kepolisian (Polda), juga Tokoh agama, Tokoh masyarakat serta Pesantren. #apezulf-030921#